Pages

Subscribe:

Jumat, 11 Januari 2013

Kontroversi Makam Yesus

oleh: P. A. Luluk Widyawan, Pr *

Baru-baru ini di situs www.discovery.com ditampilkan penemuan situs makam Yesus dan Keluarga Kudus. Penemuan itu tepatnya di Yerusalem. Majalah Haarlems Dagblad, terbitan tanggal 23 Februari 2007 lalu menginformasikan lebih jelas. Terbitan itu memuat laporan seorang pembuat film dokumenter asal Kanada. Dalam jumpa pers ia berkeyakinan telah menemukan kuburan dari Yesus asal Nasareth. Ia meyakinkan bahwa penyelidikan tersebut telah memakan waktu yang cukup lama. Penyelidikan itu bahkan dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya para arkeolog, ahli sejarah, pakar tulisan kuno dan spesialis DNA.

Dalam laporan penelitian dikatakan, kuburan yang ditemukan tersebut berada di Talpiot, yang masih dalam wilayah Yerusalem. Didalam gua kecil yang dipercaya sebagai kuburan tersebut, team peneliti menemukan 10 sisa-sisa dari peti mati; di mana tertulis nama-nama di atas sisa-sisa peti tersebut. Nama-nama yang ditemukan diantaranya: Yesus, anak Yosef, Yudah, anak Yesus dan dua kali nama Maria, yang dimaksud adalah Maria Magdalena, dan Maria ibu Yesus. Tak heran, penemuan menghebohkan ini segera menjadi headline harian nasional Israel, Yediot Ahronot.


Aneka Reaksi

Entah sampai kapan, Gereja harus menghadapi aneka kontroversi. Sejak dulu selalu ada kontoversi, jauh sebelum heboh buku The Da Vinci Code karya Dan Brown. Kontroversi teori tentang Yudas sebagai pembuka jalan bagi Yesus menuju kebangkitan yang menyelamatkan yang muncul tahun 2006 lalu, hingga kini penemuan makan Yesus.

Sebenarnya penemuan gua sebagai makam Yesus bukanlah hal yang baru. Gua tersebut telah ditemukan pada tahun 1980. Sejak saat itu dilakukan penyelidikan terus-menerus. Hasilnya adalah film dokumenter berjudul “The Burial Cave Of Jezus” yang dirilis sebagai kerjasama dari Simcha Jacobovici (pemuat film asal Kanada tetapi berdarah Israel), dan James Cameron (pemenang tiga piala Oscar, dan pembuat film Titanic dan The Terminator). Film dokumenter ini, rencananya dalam waktu dekat akan ditayangkan di World Discovery Channel. Di Minggu bulan Maret 2007, tepat di masa menjelang peringatan Paskah, akan dilaksanakan konferensi pers di New York. Bukan tidak mungkin waktu yang tepat dan isu yang menarik, justru akan membuat film tersebut makin laris.

Namun, Amos Kloner, arkeolog asal Israel yang juga terlibat langsung dalam team penelitian gua tua tersebut justru berkomentar, “Memang, tampaknya seperti cerita yang bagus. Tetapi untuk menyebut bahwa penemuan itu sebagai makam Yesus, bukti-bukti yang ada amatlah sedikit.” Karena menurutnya, nama-nama yang ditemukan dalam peti tersebut bukan hal yang istimewa. Sejak 2000 tahun yang lalu, sudah hal yang biasa memberikan nama-nama tersebut bagi orang-orang Yahudi, katanya kepada majalah Haarlems Dagblad. Sementara Paul Verhoeven, sutradara flm asal Belanda, yang juga bekerja di Hollywood mengatakan, “Memang indah untuk menikmati khayalan seperti itu.”


Teori Dan Iman Gereja

Harus diakui, Injil memuat pewartaan mengenai Sabda dan Karya Yesus, yang dapat disebut semacam riwayat hidup Yesus. Injil memuat pula informasi yang ada kaitannya dengan segi kesejarahan tentang kelahiran-Nya, tentang pewartaan-Nya, termasuk juga tentang sengsara, wafat dan yang paling penting, tentang kebangkitan-Nya.

Ada banyak sekali hal, yang dalam Injil hanya dikemukakan secara sangat samar-samar, karena maksud Injil ditulis memang pertama-tama bukan sebagai catatan sejarah, tetapi sebagai pewartaan. Misalnya maksud Injil Yohanes ditulis dalam Yoh 20:30, “Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesus-lah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.”

Berkaitan dengan kesejarahan Injil pada khususnya dan Kitab Suci pada umumnya, sikap Gereja jelas. Dei Verbum No. 19. menyebutkan kesejarahan memang penting sekali. Sebab jika tidak, iman kepercayaan kita akan menjadi seperti apa yang dikemukakan Petrus atau Paulus: yakni iman yang hanya didasarkan atas isapan jempol (bdk. 2 Ptr 1:16) atau pada dongeng nenek-nenek tua (bdk. 1Tim 4:7). Data-data sejarah yang termasuk (karena tidak dimaksudkan sebagai tujuan pertama dan utama) dalam pewartaan sabda dan karya Yesus (terutama dalam Injil-injil), banyak sekali yang kemudian dijadikan obyek dan pintu masuk penelitian para ahli, di masa kini. Tentu demi memenuhi rasa ingin tahu dan mencari kebenaran sejarah. Misalnya, sebagaimana pertanyaan yang selalu menginspirasi para ahli semacam tentang bintang yang tampak pada saat kelahiran Yesus. Apakah itu? Komet? Atau meteor? Lalu mereka mulai menyelidiki, entah berdasarkan perhitungan astronomis dapat diidentifikasikan adanya lintasan suatu badan angkasa yang begitu mendekati bumi pada waktu itu. Kapan waktu itu? Pada masa pemerintahan Kaisar Agustus (bdk. Luk 2:1). Kapan persisnya? Pada waktu Kireneus menjabat Wali Negeri di Syria (bdk. Luk 2:2) dan berbagai pertanyaan kritis dan detil lainnya. Pada akhirnya para ahli berteori atau berhipotesa bahwa bintang yang nampak terang benderang pada waktu Yesus lahir itu adalah Comet Halley, atau teori dan hipotesa lainnya, yang beraneka.

Begitu juga tentang tempat Yesus dilahirkan, yang rupanya pasti tidak di suatu rumah (bdk Luk 2:7), tetapi di sebuah tempat tinggal binatang, karena Ia dibaringkan di palungan. Karena pada waktu itu para gembala biasa berteduh bersama ternaknya di gua-gua, maka dicarilah gua di sekitar Bethlehem yang berdasarkan data-data lain. Juga didukung dengan data dari tradisi lisan maupun tradisi tulisan, yang mungkin menjadi petunjuk tempat kelahiran Yesus. Maka orang sampai pada teori dan hipotesa tentang salah satu gua di sana: inilah tempat Yesus dilahirkan. Biasanya, kalau sudah ada teori atau hipotesa sedemikian, apalagi kalau itu sangat mungkin, dan tidak ada argumen atau bukti sebaliknya yang melawannya, orang menerimanya. Tetapi sebagai teori dan hipotesa, bukan sebagai kepastian yang tak dapat diganggu-gugat.

Begitulah yang terjadi tentang makam Yesus. Kitab Suci memuat informasi, bahwa Yesus wafat (bdk. Mat 27:50; Mrk 15:37; Luk 23:46: Yoh 19:30.33-34). Ia dikuburkan (bdk. Mat 27:59-60; Mrk 15:46; Luk 23:53; Yoh 19:42). Sekarang di Yerusalem ada suatu tempat yang dipercaya sebagai kubur Yesus (tempatnya ada di dalam Gereja Makam Yesus) yang menjadi tempat peziarahan terkenal. Pastilah tempat tersebut sejak tahun-tahun pertama kekristenan diteorikan dan dihipotesekan sebagai kubur Yesus dan diterima sebagai yang paling mungkin dan masuk akal.

Teori dan hipotese tersebut tak menjadi masalah. Namun, apakah itu memang makam tempat jenazah Yesus dulu pernah dibaringkan? Tidak ada seorang pun yang bisa memastikannya. Oleh karena itu pencarian kepastian inilah yang diharapkan bisa diperoleh dan boleh tetap berjalan terus. Berbagai penemuan pernah dilaporkan, tentu saja dengan berbagai bukti yang konon tidak bisa dibantah lagi. Namun muncul juga banyak sanggahan dan keberatan terhadap teori atau hipotesa itu. Dan omong kosong sajalah penemuan baru dengan bukti dan data-data itu.

Sekalipun banyak teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru yang muncul, sikap resmi Gereja terkesan tidak terlalu pusing. Karena pada akhirnya aneka penemuan baru tidak mengubah iman kepercayaan kepada Yesus, kebangkitan-Nya dan lain-lain. Memang harus diwaspadai, justru pokok iman inilah yang sering dijadikan sasaran akhir dari aneka teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru.

Penemuan makam Yesus dijadikan alasan, misalnya, untuk menolak percaya kepada Yesus, menolak kebangkitan-Nya, ke-Allah-an-Nya dan lain sebagainya. Karena, ada orang yang memang berusaha untuk mematahkan iman kepercayaan kepada Yesus. Jalan pikirannya sederhana: jika bisa menemukan makam Yesus dan di sana ditemukan tulang-belulang, maka Yesus tidak bangkit, Yesus bukan Allah dan seterusnya. Tak jarang, argumen menentang iman ini disertai dengan kutipan dari Injil supaya lebih meyakinkan. Misalnya memakai kutipan Injil tentang Yesus yang bangkit hanya diberitakan bahwa makam-Nya kosong (bdk. Mat 28; Mrk 16; Luk 24; Yoh 20). Data makam kosong pun dapat menjadi alasan orang berteori dan berhipotesa bahwa Yesus tidak dikuburkan di situ atau Yesus tidak mati, tidak bangkit, maka Yesus bukan Allah, dan lain sebagainya.

Teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru yang muncul sekali lagi tidak perlu memusingkan dan mengubah iman Gereja. Sekalipun banyak teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru selalu ada muncul argumen penentangnya dengan teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti pula.

Harus diakui, dalam sejarah Gereja berabad-abad lamanya, Gereja sudah biasa mendapat berbagai pendapat yang seolah-olah memojokkan dan menyulitkan Gereja. Di era yang sangat modern maka, siapapun, lewat cara apapun dapat mengajukan teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru. Juga dengan bumbu sensasional. Namun Gereja tak mungkin dan tak perlu menanggapi semuanya. Gereja juga menghargai kebebasan berpendapat. Jika terbukti secara meyakinkan bahwa teori, hipotesa, penemuan dan bukti-bukti baru, dalam hal ini tentang makam itu, benar makam Yesus, tetaplah bukan sebuah argumen yang melawan iman Gereja. Iman Gereja adalah satu keyakinan dan yang terpenting, Yesus telah bangkit. Selamat Paskah 2007.

* Imam Praja Keuskupan Surabaya, tinggal di Ponorogo.
sumber : Luluk Widyawan' s Page; http://lulukwidyawanpr.blogspot.com (yesaya.indocell.net)

0 komentar:

Posting Komentar