Untuk jadwal Puteri Sakristi Silahkan klik
Jadwal Harap dipatuhi dan kelompok bertanggung jawab atas tugas keseluruhhan.
TERIMAKASIH
Kamis, 31 Januari 2013
Rabu, 30 Januari 2013
Santo Yohanes Bosco
Yesus & Bunda Maria Memanggilnya Dalam Suatu Mimpi
Yohanes Bosco adalah santo yang paling keren bagi kaum muda. Ia membaktikan seluruh hidupnya bagi para remaja. Yohanes Bosco seorang yang peramah, suka bercanda, ahli sulap dan akrobat. Ia sungguh amat menyenangkan, kamu pasti akan tertawa terpingkal-pingkal jika bersamanya!
Yohanes Bosco dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1815, di Becchi, sebuah dusun kecil di Castelnuovo d'Asti (sekarang namanya Castelnuovo Don Bosco), Italia. Ayahnya, Francesco, seorang petani yang miskin. Francesco mempunyai tiga orang putera: Antonio (dari isteri pertamanya yang telah meninggal dunia), Yusuf dan Yohanes. Francesco meninggal dunia saat Yohanes baru berusia dua tahun.
Ibunya, Margarita, dengan segala daya upaya dan kerja keras berusaha menghidupi keluarganya. Namun demikian kerja keras dan kemiskinan tidak menghalangi Margarita untuk senantiasa menceritakan kepada anak-anaknya segala kebaikan Tuhan: siang dan malam, bunga-bunga dan bintang-bintang, “Oh, betapa indahnya Tuhan menjadikan segala sesuatu untuk kita!”, kata mama Margarita. Diajarkannya kepada Yohanes kecil bagaimana mengolah tanah dan bagaimana menemukan Tuhan yang ada di surga yang indah melalui panen yang berlimpah dan melalui hujan yang menyirami tumbuh-tumbuhan. Di gereja, Mama Margarita berdoa dengan khusuk, ia mengajari anak-anaknya untuk melakukan hal yang sama. Bagi Yohanes, berdoa berarti berbicara kepada Tuhan dengan kaki berlutut di atas lantai dapur, berdoa juga berarti berpikir tentang-Nya ketika ia sedang duduk di atas rerumputan sambil menatap ke arah surga. Dari ibunya, Yohanes belajar melihat Tuhan dalam wajah sesama, yaitu mereka yang miskin, mereka yang sengsara, mereka yang datang mengetuk rumah mereka sepanjang musim dingin, dan yang kepada siapa Mama Margarita memberikan tumpangan, menyuguhkan sup hangat serta membagikan makanan dari kemiskinan mereka.
Pada usia sembilan tahun untuk pertama kalinya Yohanes mendapat mimpi yang amat menakjubkan yang menggambarkan keseluruhan hidupnya kelak. Dalam mimpinya Yohanes sedang berada di lapangan yang luas. Ia melihat banyak sekali anak di sana, ada yang tertawa, bermain dan ada pula yang bersumpah serapah. Yohanes tidak suka anak-anak itu menghina Tuhan. Ia segera berlari untuk menghentikan mereka sambil berteriak dan mengepalkan tinjunya.
Tampaklah “Seorang yang Agung” berpakaian jubah putih dan wajah-Nya bersinar. Ia memanggil Yohanes dengan namanya, memintanya agar tenang serta menasehatinya:
“Bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kelemahlembutan serta belas kasih, kamu akan menjadikan mereka semua teman-temanmu. Beritahukanlah kepada mereka keburukan dosa dan ganjaran kebajikan.”
“Tidak tahukah Engkau,” bisik Yohanes kecil, “bahwa hal itu tidak mungkin?”
“Apa yang tampaknya tidak mungkin bagimu, kamu akan menjadikannya mungkin jika saja kamu melakukannya dengan ketulusan hati dan pengetahuan.”
“Di mana dan bagaimana aku memperoleh pengetahuan?”
Aku akan memberimu seorang Bunda, dengan bimbingan darinya saja seseorang akan menjadi bijaksana, tanpa bimbingannya semua pengetahuan tidak ada gunanya.”
“Tetapi siapakah Engkau yang berbicara seperti itu?”
“Aku adalah Putera dari Surga. Ibumu telah mengajarkan kepadamu untuk menghormati-Ku tiga kali sehari.”
“Ibuku melarangku untuk berbicara dengan seseorang yang tidak aku kenal. Katakanlah siapa nama-Mu.”
“Tanyakan nama-Ku kepada ibu-Ku.”
Kemudian, tampaklah seorang wanita yang amat anggun. Ia mengenakan gaun panjang yang berkilau-kilauan, seolah-olah jubahnya itu terbuat dari bintang-bintang yang paling cemerlang. Wanita itu memberi isyarat kepada Yohanes untuk datang mendekat kepadanya. Dengan lembut diraihnya tangan Yohanes, katanya, "Lihatlah."
Gerombolan anak-anak lenyap. Yang tampak oleh Yohanes sekarang ialah sekawanan binatang buas: kambing liar, harimau, serigala, beruang….
“Inilah tempat di mana kamu harus bekerja. Jadikan dirimu rendah hati, kuat dan penuh semangat. Apa yang kamu lihat terjadi pada binatang-binatang buas ini, kamu harus melakukannya kepada anak-anakku.”
Yohanes melihat bahwa binatang-binatang buas itu kini telah berubah menjadi sekumpulan besar anak domba yang jinak, berkerumun dan berdesak-desakan di sekitar Kedua Tamu Agungnya. Melihat itu Yohanes menangis dan minta penjelasan dari Si Wanita karena ia sama sekali tidak mengerti apa arti semua itu. Wanita itu membelainya dan berkata:
“Kamu akan mengerti semuanya jika waktunya telah tiba.”
Yohanes terbangun dan ia tidak dapat tidur kembali.Tahun-tahun mendatang dalam hidupnya telah dinyatakan dalam mimpi itu. Mama Margarita dan Yohanes percaya bahwa mimpi itu adalah gambaran jalan hidup Yohanes kelak.
Sejak itu Yohanes senantiasa berusaha berbuat baik kepada teman-temannya. Ketika terompet pemain sirkus berbunyi untuk mengumumkan adanya pesta lokal di sebuah bukit di dekat situ, Yohanes pergi dengan penuh semangat dan duduk di baris terdepan. Rombongan sirkus itu menampilkan badut, sulap, permainan-permainan dan akrobat. Yohanes memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan mempelajari semua atraksi yang ditampilkan.
Sepulangnya dari pertunjukan sirkus, Yohanes mulai meniru atraksi-atraksi yang ditampilkan. Ia gagal, tergelincir, jatuh dan badannya memar, tetapi tekadnya kuat. Ia pantang menyerah, sebab pikirnya, "Jika mereka dapat melakukannya, mengapa aku tidak?" Wah, pastilah malaikat pelindungnya menjadi sibuk sekali mengawasi dia. Yohanes terus berlatih hingga suatu hari Minggu sore, ia mempertunjukkan kebolehannya di hadapan anak-anak tetangga. Ia memperagakan keseimbangan tubuh dengan wajan dan panci di ujung hidungnya. Kemudian ia melompat ke atas tali yang direntangkan di antara dua pohon dan berjalan di atasnya diiringi tepuk tangan penonton. Sebelum pertunjukan yang hebat itu diakhiri, Yohanes mengulang khotbah yang ia dengar dalam Misa pagi kepada teman-temannya itu, dan mengajak mereka semua berdoa.
Kabar mengenai pertunjukan yang diselenggarakan Yohanes tersiar hingga ke desa-desa tetangga. Karena pada masa itu jarang sekali ada pertunjukan semacam, segera saja anak-anak yang bermil-mil jauhnya pun datang untuk menyaksikan pertunjukannya. Jumlahnya hingga seratus anak lebih.
“Kita akan memulainya dengan berdoa Rosaio, Peristiwa Mulia, untuk menghormati hari Minggu.”
Anak-anak itu mengeluh, tetapi mereka menurut. Setelah ia mengajak anak-anak menyanyikan satu kidung bagi Bunda Maria, Yohanes berdiri di atas kursi dan mulai menjelaskan isi Kitab Suci seperti yang didengarnya pada Misa pagi. Jika seorang anak menolak untuk mendengarkan khotbahnya atau menolak berdoa, Yohanes akan berkata: “Baiklah. Aku tidak akan mengadakan pertunjukan hari ini. Jika kalian tidak berdoa, bisa saja aku terjatuh dan leherku patah.”
Permainan dan Sabda Tuhan mulai mengubah perilaku teman-temannya. Yohanes kecil mulai menyadari bahwa agar dapat berbuat baik untuk sedemikian banyak anak, ia perlu belajar dan menjadi seorang imam. Imam Castelnuovo melihat perkembangan iman Yohanes yang luar biasa, hingga ia mengijinkan Yohanes menrima komuni dua tahun lebih awal dari usia yang ditentukan Gereja.
Seorang misionaris, Don Calosso ('Don' dalam bahasa Italia berarti Romo), datang ke desa Buttigliera untuk memberikan pelajaran agama. Yohanes memutuskan untuk mengikuti semua pelajaran agama yang diberikan olehnya, baik pagi maupun sore. Itu berarti ia harus berjalan kaki sejauh 10 (16 kilometer) mil sehari. Antonio menentang keras keinginan Yohanes untuk belajar. Menurutnya sudah tiba waktunya bagi Yohanes untuk bekerja. Oleh karena itu diambil keputusan: pagi hari Yohanes belajar di pastoran dengan Don Calosso, sesudahnya ia harus bekerja di sawah. Yohanes belajar dengan tekun. Ia membawa bukunya ke sawah dan belajar hingga larut malam. Hal itu sangat menjengkelkan Antonio. Antonio, yang sekarang sudah menjadi kepala keluarga, membuang semua buku-buku Yohanes dan mencambuki adik tirinya itu dengan ikat pinggangnya.
Demi keselamatan Yohanes, Mama Margarrita membuat suatu keputusan yang amat menyedihkan hatinya sendiri, ia menyuruh Johanes pergi.
Di suatu pagi yang dingin di bulan Februari 1827, Yohanes pergi menginggalkan rumah dan berkelana untuk mencari pekerjaan. Usianya baru 12 tahun. Sungguh sulit mencari pekerjaan di musim dingin, hanya pada musim panas saja pertanian membutuhkan banyak tenaga kerja. Setiap kali Yohanes selalu di tolak. Hingga tibalah ia di rumah Tn. Luigi Moglia, seorang petani kaya, dekat Moncucco.
“Pulanglah nak,” kata petani itu. “Datanglah kembali pada Hari Raya Kabar Sukacita”
“Berbelas kasihlah, ya Tuan,” Yohanes memohon, “Tuan tidak perlu membayarku satu sen pun, aku tidak minta apa-apa….ijinkanlah aku tinggal!”
“Tidak mungkin. Pergilah!”
“Tidak, Tuan. Aku akan duduk di lantai sini dan tidak akan pergi.”
Yohanes merasa amat perih hatinya dan menangis. Tergerak oleh belas kasihan, Yohanes diterima bekerja sebagai penggembala sapi. Yohanes amat gembira dan bekerja sebaik yang ia mampu. Ia menggembalakan sapi-sapinya di padang rumput, memerah susu, menumpuk jerami di palungan, dan membajak sawah. “Mataku terbuka lebar-lebar jika aku sedang bekerja, dan aku tidak berhenti sampai tiba saatnya untuk tidur,” kenang Yohanes. Tanpa ibu dan saudara, tanpa teman di sampingnya, Yohanes memusatkan diri sepenuhnya hanya kepada Tuhan Allah yang amat dikasihinya.
Setiap hari Minggu Yohanes pergi ke gereja untuk mengikuti Misa. Dengan ijin dari Don Cottino, imam paroki setempat, Yohanes mengumpulkan anak-anak untuk bermain dan berdoa seperti yang dulu ia lakukan di desanya.
Tiga tahun kemudian Antonio pindah ke dusun lain. Yohanes pulang kembali ke rumah dan melanjutkan sekolahnya, pertama-tama di Castelnuovo dan kemudian di Chieri. Guna membiayai pendidikannya, selain menerima sumbangan dari orang-orang yang bersimpati padanya, Yohanes Bosco juga bekerja. Segala macam pekerjaan dilakukannya: penjahit, tukang roti, tukang sepatu, tukang kayu, dan segala macam pekerjaan yang dapat dikerjakannya.
Sebagai pelajar, Yohanes seorang remaja yang pandai dan cerdas. Ia adalah murid terbaik di antara semua murid sekolahnya. Ia mengumpulkan teman-temannya dan membentuk suatu kelompok religius yang diberinya nama Kelompok Sukacita. Yohanes menjadi penggerak utama bagi teman-temannya. Kepribadiannya terbuka, dinamis, vitalitas hidupnya tinggi, kadang ia kurang sabar dan terbawa emosi. Sekali waktu ia menekankan perbuatan baik, kebenaran serta keadilan bukan dengan kelemahlembutan, tetapi justru dengan tinjunya.
Pada suatu hari seorang guru datang terlambat ke kelas. Murid-murid menjadi ribut, saling melempar buku dan kapur. Hanya seorang anak saja yang duduk dengan tenang di bangkunya. Luigi Comollo seorang anak yang tenang dan pendiam hingga Yohanes tidak pernah memperhatikannya.
“Ayo Luigi,” teriak salah seorang anak yang paling nakal.
“Tidak, aku tidak mau bermain, aku sedang mengerjakan sesuatu.”
“Datang, kataku!”
“Tidak.”
“Datang, atau kupukul kau.”
“Pukullah jika kamu mau.”
Dengan jengkel anak nakal itu datang dan mendaratkan dua tinjunya ke wajah Luigi. Luigi tidak membalasnya. Dengan suara yang amat tenang ia berkata,
“Puaskah kamu sekarang? Aku memaafkan kamu. Sekarang biarkan aku sendiri.”
Penyerang itu mundur dengan perasaan malu. Sikap Luigi yang amat tenang dan lembut itu mengesankan Yohanes. Yohanes dan Luigi ibarat api dan air, seperti singa dan anak domba. Yohanes mengagumi Luigi dan darinya ia belajar untuk menguasai diri dan meredam kemarahannya. Sejak itu mereka bersahabat karib.
Setalah tamat sekolahnya, pada usia dua puluh tahun, Yohanes Bosco mengambil keputusan yang amat penting dalam hidupnya: ia masuk Seminari Chieri. Mama Margarita menegaskan kepadanya untuk selalu setia kepada panggilannya, jika ia ragu-ragu lebih baik diurungkannya saja niatnya itu daripada menjadi seorang imam yang lalai dan acuh. Nasehat ibunya itu diingat dan dihormati oleh Yohanes sepanjang hidupnya.
Tak disangkanya, Luigi Comollo, menyusulnya beberapa bulan kemudian. Kepadanyalah, Yohanes mengutarakan semua cita-cita dan rencananya. Luigi sendiri tidak menyusun banyak rencana seperti Yohanes, ia merasa bahwa hidupnya akan segera berakhir. Tak dikatakannya perasaannya itu kepada sahabatnya, tetapi mereka berdua telah bersepakat: siapa pun yang terlebih dahulu meninggal dunia akan memohon kepada Tuhan untuk memberi ijin memberitahukan kepada sahabatnya yang masih di dunia bahwa ia telah masuk dalam kebahagiaan abadi.
Tahun berikutnya, pada tanggal 2 April 1839, hari Kamis sesudah Paskah, Luigi meninggal dunia karena demam. Yohanes amat berduka karena bagian dari dirinya yang berharga telah pergi. Malam sesudah pemakaman dua puluh orang yang tidur dalam satu kamar asrama dengan Yohanes terbangun karena suara yang aneh. Seolah-olah sebuah kereta kuda, atau kereta api, sedang melaju di lorong, kereta itu menerjang dan menghantam bagaikan gemuruh artileri, menyebabkan lantai dan langit-langit berguncang, pintu kamar terbuka lebar-lebar dan masuklah ke dalam ruangan mereka suatu sinar yang tiba-tiba bersinar amat terang. Dan, dalam keheningan, banyak dari mereka yang mendengar suatu suara yang lembut menyanyi dengan gembira. Tetapi hanya seorang saja yang mendengar perkataan ini:
“Bosco, aku selamat.”
Sinar menghilang dan pergi dengan cara yang sama seperti datangnya. Kemudian segala sesuatunya berakhir. Yohanes dipenuhi dengan sukacita dan syukur.
"Menghindarlah dari teman-teman yang jahat sama seperti kamu menghindar dari gigitan ular beracun. Jika teman-temanmu baik, saya yakin bahwa suatu hari kelak kamu akan bersukacita bersama para kudus di Surga; tetapi jika kumpulanmu jahat, kamu sendiri akan menjadi jahat pula, dan kamu berada dalam bahaya kehilangan jiwamu." ~ St. Yohanes Bosco
Sumber: 1. Secrets of the Saints by Henri Gheon (Sheed & Ward, 1944); CIN St. Gabriel E-Mail; Copyright © 1997 Catholic Information Network (CIN) - January 19, 1997; 2. berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
January 30th- St. Hyacinth of Mariscotti, Virgin, Third Order 1585-1640
St. Hyacintha, born in 1585, belonged to a wealthy and prominent family. Her father was Count Antonio of Mariscotti, her mother descended from the princely Roman family of the Orsini.
After her younger sister had been given in marriage, the disappointed Clarice, as Hyacintha was then called, entered the convent of the Tertiaries at Viterbo, but apparently only as a secular Tertiary. She permitted herself to be supplied with all sorts of things by way of eatables and articles of dress which enabled her to enjoy quite an agreeable and comfortable existence. Her rooms were furnished with much worldly apparatus. The spirit of mortification and of penance with which every Tertiary ought to be equipped was in no wise discernible to her.
continued at this link: http://franciscan-sfo.org/sts/S0130hyac.htm
Sabtu, 26 Januari 2013
Santa Angela Merici
Angela dilahirkan di sebuah kota kecil di Italia bernama Desenzano, sekitar tahun 1474. Kedua orangtuanya meninggal dunia ketika ia berusia sepuluh tahun. Ia dan satu-satunya saudari perempuan, yang tiga tahun lebih tua usianya, amat sangat saling mengasihi. Seorang paman yang kaya membawa kedua gadis tersebut masuk dalam keluarganya. Masih belum pulih kesedihannya karena kehilangan orangtuanya, Angela kembali terpukul ketika saudarinya juga meninggal dunia.
Kakak perempuannya itu bahkan meninggal sebelum seorang imam sempat memberinya sakramen terakhir. Angela amat khawatir akan keselamatan jiwa saudarinya itu. Yesus menyatakan kepadanya bahwa saudarinya telah selamat. Angela merasakan suatu perasaan damai memenuhi jiwanya. Ia mengucap syukur kepada Tuhan dalam doa. Angela ingin melakukan sesuatu untuk menyatakan rasa terima kasihnya. Keinginannya itu membuatnya berjanji untuk melewatkan seluruh sisa hidupnya dengan melayani Tuhan sehabis-habisnya.
Ketika berusia sekitar duapuluh tahun, Angela mulai memperhatikan bahwa anak-anak di kotanya sedikit sekali pengetahuannya tentang agama. Angela mengajak beberapa teman perempuan untuk bergabung dengannya memberikan pelajaran agama. Teman-teman Angela dengan penuh semangat membantunya mengajar anak-anak. Pada waktu itu belum ada biarawati dari suatu ordo religius yang memberikan pelajaran. Belum pernah ada yang berpikir tentang hal itu. St. Angela Merici adalah orang pertama yang mengumpulkan sekelompok perempuan untuk membuka sekolah bagi anak-anak. Pada tanggal 25 November 1536, duapuluh delapan perempuan muda mempersembahkan hidup mereka kepada Tuhan. Itulah yang menjadi asal mula berdirinya Ordo Santa Ursula (OSU). Angela mempercayakan kongregasinya dalam perlindungan St. Ursula. Oleh karena itulah ordo mereka diberi nama sesuai nama santa pelindung mereka. Pada mulanya, para perempuan itu tetap tinggal di rumah mereka masing-masing. Oleh karena berbagai macam halangan dan kesulitan, diperlukan waktu yang cukup lama sebelum pada akhirnya mereka dapat hidup bersama dalam sebuah biara. Angela wafat pada tanggal 27 Januari 1540 pada saat kongregasinya masih dalam tahap awal berdiri. Kepercayaannya kepada Tuhan telah banyak kali menolong Angela mengatasi berbagai macam pencobaan berat yang harus ditanggungnya semasa hidupnya. Tidak ada keraguan sedikit pun dalam hati Angela bahwa Tuhan akan memelihara karya yang baru saja dimulainya. Dan memang demikianlah yang terjadi.
Sekarang, suster-suster Ursulin telah tersebar di berbagai negara di seluruh dunia. Ordo mereka terus melanjutkan karyanya bagi Yesus dan Gereja-Nya, teristimewa dalam bidang pendidikan anak-anak dan remaja. Angela dinyatakan kudus oleh Paus Pius VII pada tahun 1807.
St. Angela memberikan prioritas utama untuk mendengarkan bimbingan Roh Kudus. Bagaimana aku menyediakan ruang dalam hidupku untuk mendengarkan bimbingan Roh Kudus?
yesaya.indocell.net
Jumat, 25 Januari 2013
Santo Timotius & Santo Titus
Selain menjadi orang kudus dan uskup pada masa Gereja Perdana, St. Timotius dan St. Titus memiliki sesuatu yang istimewa. Mereka berdua menerima karunia iman melalui pewartaan St. Paulus.
Timotius dilahirkan di Listra di Asia Kecil. Ibunya adalah seorang Yahudi dan ayahnya bukan. Ketika St. Paulus datang untuk mewartakan Injil di Listra, Timotius, ibu serta neneknya, semuanya menjadi pengikut Kristus. Beberapa tahun kemudian, Paulus kembali lagi ke Listra dan bertemu dengan Timotius yang sudah tumbuh dewasa. Paulus merasa bahwa Timotius dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi seorang pewarta Injil. Paulus mengajaknya bergabung dengannya untuk mewartakan Injil. Jadi demikianlah, Timotius meninggalkan rumah dan keluarganya untuk mengikuti Paulus. Segera juga ia mengalami penderitaan sama seperti yang dialami oleh Paulus. Mereka berdua merasakan sukacita yang besar dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada banyak orang. Timotius adalah murid kesayangan rasul besar ini, sudah seperti anaknya sendiri. Timotius pergi kemana pun Paulus pergi, hingga ia menjadi Uskup Efesus. Timotius tinggal di Efesus untuk menggembalakan jemaat-Nya. Sama seperti St. Paulus, Timotius juga wafat sebagai martir.
Titus adalah seorang bukan Yahudi dan tidak percaya kepada Tuhan. Ia pun juga menjadi murid St. Paulus. Titus seorang yang murah hati dan giat bekerja. Dengan penuh sukacita ia mewartakan Kabar Gembira bersama dengan Paulus dalam perjalanan kerasulan mereka. Oleh karena Titus seorang yang dapat dipercaya, Paulus tanpa ragu mengutusnya dalam banyak “misi” kepada komunitas-komunitas Kristiani. Titus membantu umat memperteguh iman mereka kepada Yesus. Ia juga mampu memulihkan perdamaian apabila terjadi perselisihan di antara jemaat Kristiani. Titus dianugerahi karunia istimewa sebagai pembawa damai. Paulus amat menghargai karunia yang dimiliki Titus ini dan mengenalinya sebagai karya Roh Kudus. Paulus akan mengirim Titus untuk mengatasi persoalan-persoalan yang timbul. Ketika Titus ada di antara suatu kelompok jemaat Kristiani, orang-orang yang bersalah akan menyesali perbuatan mereka. Mereka akan memohon pengampunan dan berusaha memperbaiki apa yang telah mereka lakukan. Ketika damai telah tercapai, Titus akan kembali serta melaporkan hasil baiknya kepada Paulus. Hal ini mendatangkan sukacita bagi Paulus dan jemaat Kristiani yang lain. St. Paulus mengangkat Titus sebagai Uskup di Pulau Kreta, di mana ia tinggal hingga akhir hayatnya.
“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.” (2Timotius 4:2)
yesaya.indocell.net
Changes
The Secular Franciscan Fraternity of St. Angela Merici will now meet monthly at 1:30 pm on the second Sunday of the month. More information may be found at the left hand side of the blog.
Pope's General Audience: What it truly means to say 'I believe'
Dear Brothers and Sisters,
In our catechesis for this Year of Faith, we now turn to the Creed, the solemn profession of our faith as Christians. At the beginning of the Creed, we say “I believe in God”. Faith is our response to the God who first speaks to us, makes himself known and calls us to enter into communion with him. We hear God speaking to us in the Scriptures, which recount the history of his revelation, culminating in the coming of his Son, Jesus Christ. A central figure in this history of revelation is Abraham, the father and model of all believers (cf. Rom 4:11-12). Sustained by God’s blessing and trusting in his promises, Abraham set off into the unknown. Like Abraham, we too are called to let faith shape our thoughts and actions in accordance with God’s saving word, even when this runs contrary to the thinking and ways of this world. With the eyes of faith, we discern God’s presence and his promise of eternal life beyond the realities of this present existence. In opening ourselves to God’s blessing, we become in turn a blessing for others.
* * *
During this Week of Prayer for Christian Unity, I offer a warm welcome to the faculty and students of the Bossey Graduate School of Ecumenical Studies, with cordial good wishes for their studies. I also greet the military chaplains from the United Kingdom recently returned from Afghanistan. Upon all the English-speaking visitors present at today’s Audience, including the pilgrim and student groups from the United States, I invoke God’s blessings of joy and peace.
Pesta Bertobatnya Santo Paulus, Rasul
Paulus hidup pada jaman Yesus, tetapi sejauh yang kita ketahui, mereka berdua tidak pernah bertemu muka. Paulus dulunya bernama Saulus. Sebagai seorang pemuda, ia adalah seorang murid agama Ibrani yang amat cerdas. Ketika ia telah lebih dewasa, ia mulai menganiaya para pengikut Yesus.
Dalam Kisah Para Rasul dalam Kitab Suci, kita dapat membaca kisah tentang pertobatan Saulus yang menakjubkan (Kis Bab 9:1-22). Apa yang terjadi? Suatu hari, Saulus sedang dalam perjalanan ke kota Damsyik untuk menangkap para pengikut Kristus. Tiba-tiba, suatu sinar yang amat terang melingkupi dia. Sementara ia jatuh rebah ke tanah dan menjadi buta, ia mendengar suatu suara yang berkata, “Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?” Saulus menjawab, “Siapakah Engkau, Tuhan” Dan suara itu menjawab, “Akulah Yesus yang kauaniaya itu.” Saulus amat terperanjat dan bingung. Beberapa saat kemudian ia bertanya, “Apa yang Engkau ingin aku lakukan?” Yesus memintanya untuk melanjutkan perjalanannya ke Damsyik dan disana akan dikatakan kepadanya apa yang harus diperbuatnya.
Pada saat itulah, melalui kuasa Tuhan, Saulus menerima karunia percaya kepada Yesus. Dalam keadaan lemah dan gementar, Saulus mengulurkan tangannya untuk meminta pertolongan. Teman-teman seperjalanan menuntunnya memasuki kota Damsyik. Sinar yang amat terang itu telah membutakan matanya untuk sementara waktu. Sekarang, setelah buta matanya, ia benar-benar dapat “melihat” kebenaran. Dan Yesus telah datang secara pribadi kepadanya, berjumpa dengannya, mengundangnya untuk bertobat. Saulus menjadi seorang murid yang amat mengasihi Yesus. Setelah ia dibaptis, yang dipikirkannya hanyalah membantu orang-orang lain untuk mengenal serta mencintai Yesus, Sang Juruselamat.
Kita mengenal Saulus dengan nama Romawinya yaitu Paulus. Ia disebut “rasul”. Ia menjelajah ke seluruh dunia untuk mewartakan Kabar Gembira. Tak terhitung banyaknya orang yang telah dihantarnya kepada Yesus. Ia bekerja dan harus menderita. Para musuhnya telah beberapa kali berusaha membunuhnya. Namun, itu semua tidak dapat menghentikannya untuk mewartakan Injil. Ketika Paulus sudah tua dan lemah, sekali lagi ia dijebloskan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman mati. Meskipun demikian, St. Paulus merasa berbahagia dapat menderita dan bahkan mati bagi Kristus. Rasul besar ini menulis surat-surat yang mengagumkan kepada jemaat Kristiani. Semua suratnya itu tercantum dalam Kitab Suci. Surat-surat tersebut, yang disebut Epistula, seringkali dibacakan dalam Liturgi Sabda dalam Misa.
“Aku tahu kepada siapa aku percaya.” (2Timotius 1:12)
yesaya.indocell.net
Kamis, 24 Januari 2013
January 24th- St. Francis de Sales, Bishop, Doctor, Third Order Secular Franciscan Founder
S. Francisci Salesii Episcopi Confessoris Ecclesiae Doctoris
Born at the Château de Sales in Thorens, Savoy, August 21, 1567; died in Lyons, France, December 28, 1622; formally beatified the same year (1622) in Saint Peter's Basilica (the first solemn beatification to occur there); canonized 1665; named a Doctor of the Church in 1877; declared patron saint of journalists and the Catholic press in 1923; feast day formerly on January 29. Francis de Sales was a prolific writer and his books are well known. He began as a Franciscan Tertiary. He went on to found the Society of St. Frances de Sales. St. Don Bosco (another who started out as a Third Order Secular Franciscan) went on to found the Salesians in the 19th century as a response, through works of charity, to care for the young and poor children of the industrial revolution in Italy. St. Don Bosco's Feast Day is January 31st.
O God, by your Holy Spirit you give to some the word of wisdom, to others the world of knowledge, and to others the word of faith: We praise your Name for the gifts of grace manifested in your servant Francis de Sales, and we pray that your Church may never be destitute of such gifts; through Jesus Christ our Lord, who with you and the Holy Spirit lives and reigns, one God, for ever and ever. Amen.
Litany of St. Francis de Sales
Lord, have mercy on us.
Christ, have mercy on us.
Lord, have mercy on us.
Christ, hear us.
Christ, graciously hear us.
O God, the Father of heaven,
Have mercy on us.
O God, the Son, Redeemer of the world,
Have mercy on us.
O God, the Holy Ghost,
Have mercy on us
O Holy Trinity, one God,
Have mercy on us.
Holy Mary, Mother of God,
Pray for us. *
St. Francis de Sales, *
St. Francis, miracle of the most august Trinity, *
St. Francis, faithful imitator of Jesus Christ, *
St. Francis, attached to the the service of the Blessed Virgin, *
St. Francis, practicing the virtues of the Saints, *
St. Francis, most devote to Jesus crucified, *
St. Francis, august tabernacle of true religion, *
St. Francis, most humble in prosperity, *
St. Francis, most patient in adversity, *
St. Francis, true portrait of the meekness of Christ, *
St. Francis, simple as the dove, *
St. Francis, example of angelic modesty, *
St. Francis, exact observer of evangelic poverty, *
St. Francis, excellent example of the purity of angels, *
St. Francis, ever obedient to the Apostolic See, *
St. Francis, generously despising the world, *
St. Francis, powerful vanquisher of demons, *
St. Francis, invincible triumpher over the flesh, *
St. Francis, inflamed with the love of God, *
St. Francis, abounding in virtues, *
St. Francis, all to all for the salvation of souls, *
St. Francis, most dear to God, and beloved by men, *
St. Francis, unwearied apostle of Geneva and its territory, *
which thou didst so laboriously reunite to the one true Church of God, *
St. Francis, most fervent pastor, ever careful to lead thy flock to the fold of Jesus the Good Shepherd, *
St. Francis, most renowned for thy miracles, *
St. Francis, greatest of all thy miracles, *
St. Francis, patriarch of the Visitation, *
St. Francis, continual martyr to thy love of God, *
St. Francis, father of many Saints, by the holy rules which thou hast left for every state, *
St. Francis, powerful protector to obtain of God that mildness which preserves the peace of the heart, *
St. Francis, amiable patron of those who invoke thee, *
Lamb of God, who takest away the sins of the world,
Spare us, O Lord.
Lamb of God, who takest away the sins of the world,
Hear us, O Lord.
Lamb of God, who takest away the sins of the world,
Have mercy on us, O Lord.
O Blessed Francis, like the fruitful olive-tree in the house of God, radiant in miracles, make us partakers of thy sanctity and of the light which thou enjoyest.
V. Pray for us, Blessed Francis of Sales.
R. That we may be made worthy of the promises of Christ.
Let us pray: O God, by whose gracious will the Blessed Francis, thy confessor and bishop, became all things unto all men, for the saving of their souls, mercifully grant that, being filled with the sweetness of thy love, we may, through the guidance of his counsels, and by the aid of his merits, attain unto the joys of life everlasting. Through Christ our Lord. Amen
Selasa, 22 Januari 2013
Santo Vinsentius dari Saragossa
Vinsentius wafat dimartir di Spanyol pada tahun 304, yaitu tahun yang sama St. Agnes wafat dimartir di Roma. Mereka berdua merupakan korban dari penganiayaan kejam yang dilakukan oleh Kaisar Dacian.
Vinsentius dibesarkan di Saragossa, Spanyol. Ia menerima pendidikan dari Uskup St. Valerius. Bapa Uskup melantik Vinsentius sebagai diakon. Meskipun Vinsentius masih muda, St. Valerius mengenali bakat-bakatnya dan kebaikan hatinya. Uskup Valerius memintanya untuk mewartakan dan mengajarkan tentang Yesus dan Gereja.
Kaisar Dacian menangkap baik Valerius maupun Vinsentius. Ia memenjarakan mereka untuk jangka waktu yang lama. Tetapi, keduanya tidak membiarkan diri berputus asa. Mereka berdua tetap setia kepada Yesus. Kemudian, kaisar mengirim Uskup Valerius ke pembuangan, tetapi Diakon Vinsentius diperintahkannya agar disiksa dengan kejam.
Vinsentius mohon kekuatan dari Roh Kudus. Ia ingin tetap setia kepada Yesus tak peduli betapa dahsyat derita yang akan menimpanya. Tuhan mengabulkan permohonannya dengan memberikan kekuatan yang ia minta. Diakon Vinsentius tetap merasakan kedamaian selama menjalani segala macam siksaan yang dikenakan kepadanya. Ketika aniaya telah berakhir, ia dikembalikan ke penjara di mana ia mempertobatkan penjaga penjara. Pada akhirnya, kaisar menyerah dan mengijinkan orang mengunjungi Vinsentius. Umat Kristiani datang dan merawat luka-lukanya. Mereka berusaha sebaik mungkin agar Vinsentius merasa nyaman. Tak lama kemudian Vinsentius wafat.
Marilah pada hari ini kita berdoa menggunakan kata-kata St. Vinsentius: “Ya, Tuhan, penuhilah kami dengan Roh-Mu dan kuatkanlah kami dalam kasih-Mu.”
yesaya.indocell.net
Senin, 21 Januari 2013
Jan 20. Blessed John Baptist Triquerie OFM Conventual
He was a Conventual Franciscan priest, who was martyred for the faith in Lavel, France for refusing to take the “Oath of Citizenship” during the French Revolution. He died at age 56. He was beatified with others as the Martyrs of Laval.
There were fifteen men and four women who were martyred together by anti-Catholic French Revolutionaries in 1794.There were 19 Martyrs of Laval, France, 16 of these blesseds are Franciscan.
Sabtu, 19 Januari 2013
Also January 19th- St. Eustochia Calafato, Virgin, Second Order Franciscan
January 19th- Saint Thomas of Cori, Priest, First Order Franciscan
Thomas of Cori (1655-1729), priest, O.F.M. Born in Cori (Latina) on June 4, 1655, Thomas knew a childhood marked by the premature loss first of his mother and then of his father, thus being left alone at the age of 14 to look after his younger sister. Shepherding sheep, he learned wisdom from the simplest things. Once his sister was married, the youth was free to follow the inspiration that for some years he had kept in the silence of his heart: to belong completely to God in the Religious Life of a Franciscan. He had been able to get to know the Friars Minor in his own village at St. Francis convent. Once his two sisters were settled in good marriages and he was rendered free of all other preoccupations, he was received into the Order and sent to Orvieto (PG) to fulfill his novitiate year. After professing his vows according to the Rule of St. Francis and completing his theological studies, he was ordained to the priesthood in 1683. He was immediately nominated vice master of novices at Holy Trinity convent in Orvieto, since his superior recognized at once his gifts.
Continued here: http://franciscan-sfo.org/sts/S0119thom.htm
Jumat, 18 Januari 2013
Santo Canute
St Canute adalah seorang raja Denmark yang kuat dan bijak. Ia hidup pada abad kesebelas. Canute seorang atlit yang hebat, seorang penunggang kuda yang cakap, dan seorang jenderal yang mengagumkan.
Di awal masa pemerintahannya, ia memimpin sebuah peperangan melawan bangsa barbar yang mengancam hendak mengambil alih kekuasaan. Raja Canute dan bala tentaranya berhasil mengalahkan mereka. Raja begitu mencintai iman Kristiani hingga ia memperkenalkannya kepada orang-orang yang belum pernah mendengar mengenai kekristenan. St Canute berlutut dalam gereja di kaki altar dan mempersembahkan mahkotanya kepada Raja segala raja, Yesus. Raja Canute seorang yang amat murah hati dan lemah lembut kepada rakyatnya. Ia berupaya membantu mereka mengatasi masalah-masalah mereka. Di atas segalanya, ia ingin membantu mereka menjadi pengikut Yesus yang sejati. Akan tetapi, pecah suatu pemberontakan dalam kerajaannya diakibatkan oleh hukum-hukum yang ia tetapkan mengenai dukungan terhadap Gereja. Suatu hari, sekelompok orang yang marah mendatangi gereja di mana Canute sedang berdoa. Raja tahu mereka telah datang untuk mencelakainya. Ketika para musuh masih di luar, Raja Canute menyambut Sakramen Rekonsiliasi dan Komuni Kudus. Ia berbelas-kasihan kepada mereka yang begitu murka hingga hendak membunuhnya. Dengan segenap hati ia mengampuni para musuhnya. Sementara ia masih berdoa, sebilah tombak dilemparkan melalui jendela dan raja pun tewas. Hari itu adalah tanggal 10 Juli 1086.
St Canute berupaya menjadi seorang raja yang baik sebagai ungkapan syukur kepada Yesus atas segala rahmat dan berkat yang telah ia terima. Kita, juga, sepatutnya mengucap syukur kepada Tuhan setiap hari dan mempersembahkan kepada-Nya sebuah mahkota yang terdiri dari rangkaian perbuatan baik kita.
yesaya.indocell.net
Without the search for unity faith would be abandoned
The Week of Prayer for Christian Unity begins tomorrow on January 18th (The Feast of the Chair of St. Peter) and ends on January 25th (The Conversion of St. Paul).
The Year of Faith which Pope Benedict XVI has given us is closely connected with the Second Vatican Council not only from the temporal viewpoint but also by its content. It was in fact inaugurated on the day of the commemoration of the opening of the Council 50 years ago and was motivated by the intention to put its principal magisterial affirmations into practice, seeing them as the crucial reference point for the mission of the Church in our day too.
Read more at: The Vatican Today
The Week of Prayer for Christian Unity has Franciscan Origins.
Origins, meaning of week of prayer for Christian unity traced to American priest
The traditional prayers for this Octave of Unity are below:
THE OCTAVE PRAYERS
ANTIPHON: That they all may be one, as Thou, Father, in me and I in Thee; that they also may be one in Us; that the world may believe that Thou hast sent me.
V. I say unto thee, thou art Peter;
R. And upon this rock I will build my Church.
[Here is brought to mind the intention for the day's prayer.]
January 18: For the return of the "other sheep" to the One Fold of our Lord Jesus Christ.
January 19: For the return of the Eastern Orthodox Christians to communion with the Apostolic See.
January 20: For the return of the Anglicans to the authority of the Vicar of Christ.
January 21: For the return of all Protestants throughout the world to the unity of the Catholic Church.
January 22: That Christians in America may be one, in union with the Chair of Saint Peter.
January 23: That lapsed Catholics will return to the Sacraments of the Church.
January 24: That the Jewish people will be converted to the Catholic Faith.
January 25: That missionary zeal will conquer the world for Christ.
Let us pray. O Lord Jesus Christ, who saidst unto Thine Apostles: Peace I leave you, My peace I give to you; regard not our sins, but the faith of Thy Church, and grant unto her that peace and unity which are agreeable to Thy Will; Who livest and reignest ever, one God, world without end. Amen.
January 18th- St. Charles of Sezze, Religious, First Order 1616-1670
Born in Sezze (Latina) on 22nd October 1613, Giancarlo (this was his Baptism name) was forced to leave public schooling early in order to tend to and safeguard the herds, still maintaining and cultivating the deep Christian spirit instilled in him by his devout parents. The Love of the Cross and the Virgin Mary illuminated his spiritual way; Carlo entered the Franciscan convent in Nazzano on 18th May 1635, wearing the cloth of the Poor One from Assisi.
Read more here: http://franciscan-sfo.org/sts/S0105char.htm
Kamis, 17 Januari 2013
Beata Christina
Beata Christina hidup pada abad keenambelas. Ia dilahirkan di Abruzzi, Italia. Nama baptisnya adalah Matthia. Sementara tumbuh dewasa, Matthia merasakan panggilan untuk hidup dalam doa dan silih. Ia memilih untuk menjadi seorang rubiah. Matthia masuk Biara St Agustinus di Aquila. Ia dipanggil Suster Christina.
Kehidupan Suster Christina sebagai seorang biarawati adalah kehidupan yang tersembunyi dan sunyi. Tetapi masyarakat Aquila segera mengetahui keindahan panggilan biarawati ini. Suster Christina dan para biarawati lainnya mendatangkan banyak berkat bagi mereka melalui hidup bakti dalam doa. Suster Christina memang tinggal dalam biara tertutup, tetapi ia amat sadar akan kebutuhan orang-orang miskin di daerahnya. Ia dan para biarawati lainnya memberikan apa saja yang dapat mereka lakukan bagi penduduk di sana. Suster Christina juga senantiasa peduli akan salib dan penderitaan yang ditanggung penduduk. Ia berdoa dan mempersembahkan matiraga kepada Tuhan bagi intensi-intensi mereka.
Yesus memberkati Suster Christina dengan karunia ekstasi dan kemampuan untuk sekali waktu mengetahui hal-hal yang akan datang. Tuhan bahkan menggunakannya untuk mengadakan mukjizat demi kebaikan yang lain. Ketika Suster Christina wafat, anak-anak kecil di Aquila melintasi jalanan sembari menyerukan bahwa biarawati kudus itu telah wafat. Itu terjadi pada tanggal 18 Januari 1543. Orang banyak berduyun-duyun datang sebagai ungkapan hormat dan terima kasih sebab ia telah menjadi anugerah bagi kota mereka.
Meski kita mungkin tak dapat melihat langsung hasil dari doa-doa kita, hidup rubiah kudus ini menjadi bukti bagi kita akan betapa berdaya kuasanya doa.
Rabu, 16 Januari 2013
Santo Antonius Dari Mesir
St. Antonius dilahirkan pada tahun 251 di sebuah dusun kecil di Mesir. Ketika usianya duapuluh tahun, kedua orangtuanya meninggal dunia. Mereka mewariskan kepadanya harta warisan yang besar dan menghendaki agar ia bertanggung jawab atas hidup adik perempuannya. Antonius merasakan belas kasihan Tuhan yang berlimpah atasnya dan datang kepada Tuhan dalam doa. Semakin lama semakin peka ia akan penyelenggaraan Tuhan dalam hidupnya. Sekitar enam bulan kemudian, ia mendengar kutipan Sabda Yesus dari Kitab Suci: “Pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga.” (Mrk 10:21). Antonius menerima sabda tersebut sebagai sapaan pribadi Tuhan dan jawab-Nya atas doanya mohon bimbingan Tuhan. Ia menjual sebagian besar harta miliknya, menyisakan sedikit saja cukup untuk menunjang hidup adiknya dan dirinya sendiri. Kemudian ia membagi-bagikan uangnya kepada mereka yang membutuhkannya.
Saudari Antonius bergabung dengan kelompok perempuan yang hidup dalam doa dan kontemplasi. Antonius memutuskan untuk hidup sebagai seorang pertapa. Ia mohon pada seorang pertapa senior untuk memberinya pelajaran hidup rohani. Antonius juga mengunjungi para pertapa lainnya agar ia dapat belajar kebajikan-kebajikan paling utama dalam diri setiap pertapa. Kemudian ia mulai hidupnya sendiri dalam doa dan tobat sendirian hanya dengan Tuhan saja.
Ketika Antonius berusia limapuluh lima tahun, ia mendirikan sebuah biara guna menolong sesama. Banyak orang mendengar tentangnya dan mohon saran serta nasehatnya. Antonius akan memberi mereka nasehat-nasehat praktis, seperti “Setan takut pada kita ketika kita berdoa dan bermatiraga. Setan juga takut ketika kita rendah hati dan lemah lembut. Terutama, setan takut pada kita ketika kita sangat mencintai Yesus. Setan lari terbirit-birit ketika kita membuat Tanda Salib.”
St. Antonius mengunjungi St. Paulus Pertapa. Ia merasa diperkaya dengan teladan hidup St. Paulus yang kudus. Antonius wafat setelah melewatkan hidup yang panjang dalam doa. Usianya mencapai seratus lima tahun. St. Atanasius menulis riwayat hidup St. Antonius dari Mesir yang sangat terkenal.
Hidup St. Antonius merupakan hidup dengan pengabdian total kepada Tuhan. Bersediakah aku mengabdikan hidupku kepada Tuhan hingga rela mempersembahkan hidupku sepenuhnya seperti yang telah dilakukan Yesus?
yesaya.indocell.net
Santo Berardus dkk
Enam biarawan Fransiskan menerima tugas dari St. Fransiskus Asisi untuk pergi ke Maroko. Mereka diutus untuk mewartakan iman Kristiani di tengah masyarakat Muslim. Biarawan Berardus, Petrus, Adjutus, Accursio dan Odo melakukan perjalanan dengan kapal laut pada tahun 1219. Maroko terletak di ujung barat laut Afrika. Perjalanan mereka merupakan perjalanan yang panjang serta berbahaya. Kelompok biarawan tersebut tiba di Seville, Spanyol. Segera mereka mulai berkhotbah di jalan-jalan dan di taman-taman kota. Orang memperlakukan mereka seolah-olah mereka gila dan menangkap mereka. Agar tidak dipulangkan kembali ke negerinya, para biarawan mengatakan bahwa mereka ingin bertemu sultan. Jadi, gubernur Seville mengirim mereka ke Maroko.
Sultan menerima para biarawan serta memberi mereka kebebasan untuk berkhotbah di kota. Tetapi, sebagian orang tidak suka akan hal ini. Mereka melaporkannya kepada penguasa. Sultan berusaha melindungi para biarawan dengan mengirim mereka untuk tinggal di Marrakech, di pesisir barat Maroko. Seorang pangeran Kristen, yang juga sahabat sultan, Dom Pedro Fernandez, menerima mereka di rumahnya. Namun, para biarawan tersebut sadar bahwa misi mereka adalah mewartakan iman. Jadi, mereka kembali ke kota sesering mungkin. Hal ini membuat geram sebagian orang yang tidak suka mendengar pesan yang disampaikan para biarawan. Keluhan dan hasutan mereka membuat sultan murka begitu rupa hingga suatu hari, ketika melihat para biarawan itu sedang berkhotbah, ia memerintahkan para biarawan itu untuk segera berhenti atau pergi meninggalkan negeri. Karena para biarawan tidak hendak melakukan keduanya, para biarawan Fransiskan itu dipenggal kepalanya di sana saat itu juga. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 16 Januari 1220.
Dom Pedro datang menjemput jenasah para martir. Pada akhirnya, ia mengantarkan relikwi para biarawan ke Gereja Salib Suci di Coimbra, Portugal. Misi para biarawan Fransiskan ke Maroko sangat singkat dan tampaknya gagal. Namun demikian, hasilnya sungguh luar biasa. Kisah para martir yang gagah berani ini membakar semangat para Fransiskan pertama untuk menjadi misionaris dan wafat sebagai martir pula. Kesaksian keenam biarawan Fransiskan inilah yang mendorong seorang pemuda untuk mengabdikan hidupnya kepada Tuhan sebagai seorang imam Fransiskan. Kita mengenalnya sebagai St. Antonius dari Padua.
Hidup kita merupakan suatu kurban pujian bagi Tuhan, hidup yang dibakar oleh cinta yang menyala-nyala kepada-Nya. Semoga kita beroleh rahmat agar senantiasa mengikuti Dia dengan hati yang bersih dan murni.
Selasa, 15 Januari 2013
Santo Paulus Pertapa
Ketika St. Paulus wafat dalam usianya yang ke seratus tigabelas tahun, tentunya banyak pengalaman hidup yang telah dilaluinya. Pastilah ia merasakan sukacita dan damai luar biasa saat kematiannya. Inilah sebabnya:
Paulus dilahirkan dalam sebuah keluarga Kristen pada tahun 229. Mereka tinggal di Thebes, Mesir. Dengan cara hidup mereka, orangtuanya menunjukkan kepada Paulus bagaimana mencintai Tuhan dan sujud menyembah kepada-Nya dengan segenap hati. Tentulah Paulus merasa sangat sedih kehilangan kedua orangtuanya ketika usianya baru lima belas tahun. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 250, Kaisar Desius mulai melakukan penganiayaan yang kejam terhadap Gereja. Paulus bersembunyi di rumah seorang sahabat, tetapi ia merasa tidak aman. Kakak iparnya mengincar harta warisannya. Sewaktu-waktu dapat saja saudaranya itu mengkhianatinya serta melaporkannya kepada penguasa. Jadi, Paulus melarikan diri ke padang gurun. Ia menemukan gua dengan sebuah pohon palma dan mata air segar di dekatnya. Di sanalah ia menetap. Ia menjalin dahan-dahan palma dan dijadikannya pakaiannya. Ia makan buah-buahan dan minum air segar.
Paulus bermaksud untuk tinggal di sana hanya sementara waktu saja hingga masa penganiayaan berakhir. Namun demikian, pada saat masa tersebut sudah lewat, ia telah jatuh hati dengan hidup doa. Ia merasa begitu dekat dengan Tuhan. Bagaimana ia dapat melepaskannya? Paulus memutuskan untuk tinggal di padang gurun dan tidak pernah kembali lagi pada pola hidupnya yang mewah. Sebaliknya, ia akan melewatkan sepanjang hidupnya dengan berdoa bagi kepentingan semua orang dan melakukan silih bagi dosa.
Ada seorang pertapa kudus lainnya pada masa itu, namanya Antonius. Antonius beranggapan bahwa hanya ia sendirilah yang bertapa. Tuhan menunjukkan Paulus kepadanya dalam suatu mimpi dan dan menyuruh Antonius untuk pergi mengunjunginya. Paulus sangat gembira bertemu dengan Antonius, sebab ia tahu bahwa ajal akan datang menjemputnya beberapa hari lagi. Antonius merasa sedih sebab ia tidak ingin kehilangan sahabat barunya demikian cepat. Tetapi, seperti telah diramalkan sendiri olehnya, Paulus wafat pada tanggal 15 Januari tahun 342. Antonius menguburkannya dengan jubah yang dulunya adalah milik St. Atanasius. Lalu, Antonius membawa pulang serta menyimpan baik-baik baju dari dahan-dahan pohon palma yang biasa dikenakan Paulus. Tak pernah ia melupakan sahabatnya yang mengagumkan itu.
Meskipun kadang-kadang kita merasa sendirian saja dalam hasrat untuk mengikuti Yesus, namun kita dapat mengandalkan kasih pemeliharaan Tuhan atas kita. Ia akan senantiasa menjamin bahwa kita memiliki kekuatan dan dukungan yang kita butuhkan.
yesaya.indocell.net
Minggu, 13 Januari 2013
Santa Makrina
Pada tanggal 2 Januari kita merayakan pesta cucu dari santa yang pestanya kita rayakan pada hari ini. St. Basilius Agung, yang dilahirkan sekitar tahun 329, berasal dari keluarga para kudus. Makrina (biasa disebut St. Makrina Tua untuk membedakannya dari St. Makrina Muda saudari St. Basilius), ibunda dari ayahnya, adalah salah seorang yang sangat dikasihinya. Tampaknya St. Makrina yang membesarkan St. Basilius. Ketika dewasa, St. Basilius memuji neneknya atas segala hal baik yang telah dilakukan untuknya. Teristimewa, St. Basilius berterimakasih secara terbuka kepadanya oleh karena neneknya itu telah mengajarinya cinta akan iman Kristiani semenjak ia masih kecil betul.
Makrina dan suaminya harus membayar mahal kesetiaan mereka pada iman Kristiani mereka. Dalam salah satu masa penganiayaan oleh penguasa Romawi, yaitu Galerius dan Maximinus, kakek nenek Basilius terpaksa harus bersembunyi. Mereka menemukan tempat persembunyian di sebuah hutan dekat rumah mereka. Mereka berhasil lolos dari tangan para penganiaya. Mereka senantiasa diliputi rasa takut dan juga lapar, namun demikian mereka tetap tidak mau mengingkari iman mereka. Sebaliknya, dengan sabar mereka berharap dan berdoa agar penganiayaan segera berakhir. Di hutan, mereka mencari-cari apa yang dapat dimakan dan makan tumbuh-tumbuhan liar hingga berhasil selamat. Masa penganiayaan ini berlangsung hingga tujuh tahun lamanya, St. Gregorius dari Nazianze, yang pestanya dirayakan bersama-sama dengan St. Basilius pada tanggal 2 Januari, mencatat mengenai peristiwa tersebut.
Dalam masa penganiayaan yang lain, segala kekayaan dan harta milik Makrina dan suaminya disita penguasa. Tak ada yang tersisa bagi mereka kecuali iman mereka dan harapan akan kasih penyelenggaraan Tuhan bagi mereka. St. Makrina hidup lebih lama daripada suaminya, tetapi tidak diketemukan catatan tahun kematian mereka yang pasti. Menurut tradisi, St. Makrina wafat sekitar tahun 340. Cucunya, St. Basilius, wafat pada tahun 379.
Mungkin aku mengenal seseorang yang mengalami banyak penderitaan sepanjang hidupnya. Bagaimana aku dapat menawarkan pengharapan serta sukacita kepadanya?
yesaya.indocell.net
Sabtu, 12 Januari 2013
Santa. Margareta Bourgeoys
St. Margareta dilahirkan di Troyes, Perancis, pada tanggal 17 April tahun 1620, tetapi melewatkan sebagian besar dari delapan puluh tahun usianya di Montreal, Kanada. Margareta adalah anak keenam dari duabelas bersaudara. Orangtuanya adalah orang-orang yang saleh. Ketika Margareta berumur sembilan belas tahun, ibunya meninggal dunia. Margareta mengambil alih tugas merawat adik-adiknya. Ayahnya meninggal dunia ketika ia berumur duapuluh tujuh tahun. Adik-adiknya kini telah dewasa dan Margareta berdoa mohon bimbingan Tuhan akan apa yang harus dilakukan dalam hidupnya. Gubernur Montreal, Kanada, mengunjungi Perancis. Ia berusaha mendapatkan guru-guru untuk Dunia Baru. Ia mengajak Margareta datang ke Montreal untuk mengajar di sekolah dan di kelas-kelas agama. Margareta setuju.
Margareta memberikan bagian warisan dari orangtuanya kepada para anggota keluarga yang lain. Mereka tidak dapat percaya bahwa Margareta sungguh akan meninggalkan tanah airnya yang beradab untuk pergi ke daerah seberang laut yang masih primitif. Namun demikian, itulah yang ia lakukan. Ia berlayar pada tanggal 20 Juni 1653 dan tiba di Kanada pertengahan November. Margareta memulai pembangunan kapel pada tahun 1657. Kapel itu dipersembahkan bagi Bunda Maria Penolong yang Baik. Pada tahun 1658, ia membuka sekolahnya yang pertama. Margareta sadar akan kebutuhan untuk merekrut lebih banyak pengajar. Ia pulang ke Perancis pada tahun 1659 dan kembali bersama empat orang rekan. Pada tahun 1670, ia pulang lagi ke Perancis dan kembali dengan enam orang rekan. Perempuan pemberani ini menjadi biarawati pertama dari Kongregasi Notre Dame.
Ketika terjadi bencana kelaparan, St. Margareta dan para biarawatinya membantu masyarakat di koloni tersebut agar bertahan hidup. Mereka membuka sebuah sekolah ketrampilan dan mengajarkan kepada kaum muda bagaimana mengurus rumah tangga dan pertanian. Kongregasi St. Margareta tumbuh dan berkembang. Pada tahun 1681 ada delapanbelas biarawati. Tujuh di antaranya adalah gadis-gadis Kanada. Mereka membuka lebih banyak daerah misi dan dua biarawati ditugaskan mengajar di daerah misi suku Indian. St. Margareta sendiri yang menerima dua perempuan Indian pertama yang bergabung dalam kongregasinya.
Pada tahun 1693, Moeder Margareta menyerahkan kongregasinya kepada penerusnya. Superior yang baru adalah Moeder Marie Barbier, gadis Kanada pertama yang bergabung dalam kongregasinya. Regula kongregasi religius St. Margareta diakui oleh gereja pada tahun 1698. Margareta melewatkan tahun-tahun terakhir hidupnya dengan berdoa dan menulis otobiografi. Pada hari terakhir dalam tahun 1699, seorang biarawati muda terbaring sekarat. Moeder Margareta memohon pada Tuhan untuk mengambil nyawanya sebagai ganti nyawa sang biarawati. Pagi hari tanggal 1 Januari 1700, biarawati muda tersebut sepenuhnya sembuh dari penyakitnya. Sebaliknya, Moeder Margareta menderita demam hebat. Ia menanggung sakit selama dua belas hari lamanya dan wafat ada pada tanggal 12 Januari tahun 1700. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 2 April 1982.
Sepanjang hidupnya, Margareta melayani mereka yang membutuhkan pertolongannya. Adakah seseorang dalam hidupku yang mungkin membutuhkan pertolonganku hari ini?
yesaya.indocell.net
Franciscan Convent in Izamal
This is a walk up the ramp to the 16th century Franciscan Convent in Izamal. It is built on top of a large Mayan pyramid. This is where Fray Diego de Landa burnt all of the Mayan codices. Pope John Paul II visited it in 1993. The yellow is the color of the entire town, known as the yellow city.
January 12th- St. Bernard of Corleone, lay brother, Capuchin Franciscan religious, d. 1667
St Bernard of Corleone was born on the island of Sicily in the year 1605. His father was a shoemaker and taught his son the ways of the trade. But it was difficult for the lively youth to interest himself in this work. Upon the death of his father, he immediately left the shop and, led by the love of adventure, he took up fencing. It was not long before he became quite adept at wielding the sword. His unusual corporal vigor qualified him to challenge any comer to a contest.
continued here: http://www.roman-catholic-saints.com/st-bernard-of-corleone.html
In the following video, Fr. Ignatius preaches on St. Bernard of Corleone who was a shoemaker who then became an adventurer with a love for dueling and led a disordered life. Then after mortally wounding a man, and through his remaining devotions that he had held onto, he gained the grace of conversion and became a very holy Capuchin friar. He died in 1667.
Ave Maria!
In the following video, Fr. Ignatius preaches on St. Bernard of Corleone who was a shoemaker who then became an adventurer with a love for dueling and led a disordered life. Then after mortally wounding a man, and through his remaining devotions that he had held onto, he gained the grace of conversion and became a very holy Capuchin friar. He died in 1667.
Ave Maria!
Jumat, 11 Januari 2013
January 10th- Blessed Gregory X, Pope, Franciscan Third Order Secular, d. 1276
This holy Tertiary pope of the thirteenth century and friend of St Bonaventure was a true son of St Francis, distinguished himself by his love for the holy places in Palestine and his incessant efforts to establish peace everywhere. Theobald Visconti, as he was called before he became pope, was born at Piacenza in 1210. He was conspicuous from his youth by his virtue as well as his success in studies. He devoted himself especially to the study of canon law, first in Italy, then in Paris and Liege.
Read more here: http://www.roman-catholic-saints.com/blessed-gregory-x.html
Langganan:
Postingan (Atom)